Senin, 27 April 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 8 DAN 9  PEMBAGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH 

A.  Undang-Undang Otoni Daerah
a.    Tentang UU Otonomi Daerah
UU otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan otonomi daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa:
“Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.
Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.
b.    Perubahan UU Otonomi Daerah
Pada tahap selanjutnya UU otonomi daerah ini mendapatkan kritik dan masukan untuk lebih disempurnakan lagi. Ada banyak kritik dan masukan yang disampaikan sehingga dilakukan judicial review terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang otonomi daerah. Dengan terjadinya judicial review maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diubah dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ini juga diikuti pula dengan perubahan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai otonomi daerah yang berfungsi sebagai pelengkap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sesungguhnya UU otonom daerah elah mengalami beberapa kali perubahan setelah disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun perubahan tersebut meskipun penting namun tidak bersifat substansial dan tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah karena hanya berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Sejak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disahkan menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2977).
Selanjutnya dilakukan lagi perubahan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
A.  Perubahan Penerimaan Daerah & Peranan Pendapatan Asli Daerah
  1. Pendapatan daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah
  2. Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat 
  3. Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah :
  • Peranan PAD dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
  •  Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM dengan peranan PAD dalam APBD
  • Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.
B.  Pembangunan Ekonomi Regional
Teori pertumbuhan regional merupakan bagian penting dalam analisa ekonomi regional dan perkotaan. Alasannya pertumbuhan merupakan salah satu indikator utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau wilayah dan mempunyai implikasi dalam berbagai kebijakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan itu sendiri adalah proses-proses peningkatan output perkapita dalam jangka panjang. Jadi dalam ekonomi regional proses itu terjadi dalam suatu wilayah atau kawasan itu.
Penekanan pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional dan perkotaan :
  • Keuntungan lokasi.
  • Aglomerasi migrasi.
  • Arus lalu lintas modal antar wilayah.
  • Sasaran utama dalam teori pertumbuhan regional adalah menjelaskan :
  • Mengapa suatu wilayah atau daerah ada pertumbuhannya yang cepat da nada yang lambat.
  • Mengapa terjadi perbedaan dan ketimpangan serta ketidakmerataan pembangunan antar wilayah atau kawasan.

 Berbeda dengan teori ekonomi secara konvensional. Teori ekonomi regional dan perkotaan memasukkan unsur lokasi (ruang) dan wilayah (kawasan) kedalam analisa, sehingga kesimpulan yang diperoleh berbeda dan lebih tajam. 

a.    Tujuan& Manfaat Teori Pertumbuhan Regional
Sebagaimana diketahui pengertian wilayah secara akademik diartikan sebagai :
  •  Wilayah homogen
  • Wilayah modal
  • Wilayah perencanaan
  • Wilayah administrative
Wilayah provinsi, kabupaten, dan kota merupakan wilayah administratif, bearti pertumbuhan disini adalah wilayah itu ada batas penduduk, pemerintahan, dan regulasinya sedangkan wilayah homogeny dan perencanaan ada kriteria lain.
Tujuan untuk manfaat yang berkaitan dengan kepentingan :
  • Untuk apa
  •  Bagaimana melaksanakan
  • Siapa yang melaksanakan
  •  Untuk siapa pembangunan tersebu
Tujuan sama halnya dengan ekonomi makronya yaitu terjadinya proses peningkatan dan menyeluruh disemua wilayah. Boediono (1985), menjelaskan bahwa pertumbuhan harus bersumber dari wilayah itu sendiri. Faktor eksternal adalah sebagai supporting saja.Melalui pertumbuhan diharapkan pendapatan perkapita atau kesejahteraan penduduk akan meningkat dari periode ke periode.
Kemampuan wilayah atau daerah pasar proses pembangunan adalah terbatas, maka diperlukan perencanaan pembangunan dan kebijakan secara sistematis. Kemampuan wilayah ditentukan oleh kapasitas atau potensi daerah.

b.    Beberapa  Pandangan Dalam Ekonomu Regional
1. Teori ekonomi klasik
Pertama kali membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam Smit (1776). Intinya masyarakat dalam proses pembangunan harus diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatannya. Dalam kegiatan ini sitem yang paling cocok adalah system pasar bebas dalam membawa perekonomiannya kea rah full employment. Kemudian teori klasik ini dikoreksi oleh John Maynard Keyness (1936).
2. Teori neo-klasik
Teori ini dikembangkan oleh Harrod-Domar (1957) yaitu melengkapi teori dari Maynard Keyness (1936) yang bersifat statis. Asumsi Harrod-Domar adalah :
  1.  Perekonomian bersifat tertutup.
  2. MPS adalah konstan.
  3. Proses produksi memiliki koefisien konstan (constant return to scale).
  4.  Pertumbuhan angkatan kerja dan penduduk adalah given dan konstan
Teori ini dikembangkan oleh Solow (1970) dan Swan (1950). Model Solow dan Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi modal, dan kemajuan teknologi serta perkembangan output yang saling berinteraksi.

3. Teori basis (Export Base Theory)
Dikembangkan oleh Tybolt yang mengklasifikasikan sektor-sektor ekonomi atau pekerjaan menurut dasar-dasar dan bukan pasar (basic dan non basic) kegiatan dasar umumnya bersifat exogenous artinya tidak terkait dengan masalah internal.Sektor didalam wilayah itu ditentukan oleh sektor yang paling dominan dan tergantung kepada alam atau tempat.

c. Model Pertumbuhan Regional 
Ekspor base modal
Modal pertumbuhan regional diawali dengan export base theory dari teori Tybolt (Richardian 1978). Teori ini diperkenalkan oleh C. North pada tahun 1956 dimana pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau daerah ditentukan oleh keuntungan komparatif (comparative advantage)

C. Faktor – faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan Ekonomi.

Menurut Syafrijal 2012, Ada Beberapa Faktor utama yang mempengaruhi ketimpangan ,yaitu :
1. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam.
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

2. Perbedaan kondisi Demografis.
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa.
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4. Konsenterasi Kegiatan Ekonomi Wilayah.
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
5. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah.
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
D. Pembangunan Indonesia Bagian Timur.
Dalam membangun Kawasan Indonesia Bagian Timur, terdapat beberapa faktor pokok yang perlu diberikan perhatian lebih mendalam dalam memformulasikan strategi pengembangannya, yaitu: 
  1.  adanya keanekaragaman situasi dan kondisi daerah-daerah di KTI yang memerlukan kebijaksanaan serta solusi pembangunan yang disesuaikan dengan kepentingan setempat (local needs)
  2. perlunya pendekatan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dan menggunakan pendekatan perwilayahan
  3. perencanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan serta melibatkan peran serta masyarakat.
  4. peningkatan serta pengembangan sektor pertanian yang tangguh untuk dapat menanggulangi masalah kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dalam bidang agribisnis dan agroindustri, serta penyediaan berbagai sarana dan prasarana lapangan kerja.
3 strategi pokok dalam upaya percepatan pembangunan KTI berdasarkan rancangan RPJM Nasional 2010-2014
  1. Pendekatan perwilayahan untuk percepatan pembangunan. Dalam hal ini, upaya membangun koordinasi dan komunikasi antar-propinsi di KTI akan menjadi sangat penting peranannya. 
  2. Peningkatan daya saing dengan tujuan akhir untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. 
  3. perubahan manajemen publik, yang juga memiliki korelasi yang sangat kuat untuk membangkitka daya saing wilayah, dengan memperhatikan birokrasi pemerintah yang responsif terhadap tantangan, potensi dan masalah daerah.
Kendala dan tantangan pembangunan Indonesia Bagian Timur.
  • Kurangnya ketersediaan prasarana dan sarana dasar ekonomi.
  • Terbatasnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
  • Kendala geografis yang relatif terisolasi merupakan masalah utama bagi pengembangan KTI.
  • jaringan transportasi, telekomunikasi, dan energi listrik, ketersediaan dan kualitas pelayanannya di wilayah Indonesia bagian Timur juga masih harus ditingkatkan.
E. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
  1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
  2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan
  3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.

REFERENSI :


http://otonomidaerah.com/uu-otonomi-daerah/



PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 6 & 7 KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

A.  Konsep & Pengertian kemiskinan

kemiskinan secara konseptual dapat dibedakan atas tiga pengertian, yaitu kemiskinan subyektif, kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dalam pengertian kemiskinan subyektif, setiap orang mendasarkan pemikirannya sendiri dengan menyatakan bahwa kebutuhannya tidak terpenuhi secara cukup walaupun secara absolut atau relatif sebenarnya orang itu tidak tergolong miskin”. Kemiskinan subyektif terjadi karena individu menyamaratakan keinginan (wants) dengan kebutuhan (needs). Pengertian kemiskinan absolut adalah kondisi di mana seseorang atau keluarga memiliki pendapatan tetapi tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan minimumnya sehari-hari secara efisien. Pengertian kemiskinan relatif berkaitan dengan konsep relative deprivation di mana kemampuan pemenuhan kebutuhan seseorang atau sebuah keluarga berada dalam posisi relatif terhadap anggota masyarakat lain yang tinggal dalam satu wilayah. Konsep ini terkait erat dengan ketimpangan pendapatan

B.   Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang. Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan. 

C. Penyebab dan dampak kemiskinan

Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut :

1.    Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah
2.    kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal
3.    Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.

Kemiskinan juga muncul karena adanya perbedaan kualitas sumber daya manusia, karena jika kualitas manusianya rendah pasti akan mempengaruhi yang lain, seperti pendapatan. Tapi itu hanyalah masalah klasik. Sekarang penyebab kemiskinan adalah karena tidak mempunyai uang yang banyak. Orang yang mempunyai uang banyak, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya karena mereka dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan orang miskin yang tidak punya uang banyak, mereka tidak dapat bersekolah yang lebih tinggi karena mereka tidak punya uang lagi untuk membiayai uang sekolah seperti masuk perguruan tinggi atau SMA.
Dampak kemiskinan begitu bervariasi karena kondisi dan penyebab yang berbeda memunculkan akibat yang berbeda juga.

Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan  yang layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya. Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan untuk waktu yang lama.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.

Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar.

Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada generasi penerusnya.

D. Pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan
          
Pertumbuhan Kesenjangan
Merupakan hubungan antara pertumbuhan dan kesenjangan. Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.

Kemiskinan
 adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
·      Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·      Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·      Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

E. Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan

1. Indikator Kesenjangan

Ada sejumlah cara untuk mengukurtingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok  pendekatan pertama dengan tiga alat
ukur, yaitu the Generalized Entropy (GE),ukuranAtkinson,danKoefisienGini.Yang paling sering dipakai adalahkoefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan) Bila 1 : ketidak merataan yangsempurna dalam pembagian pendapatan.

Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz.Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan. Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49. Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35. Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group :
40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidak merataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.


Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi
yaitu : pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidak merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai17%darijumlahpendapatan.
Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besardari17% dari jumlah pendapatan.


2.   Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu:

1.Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
Basic Needs Appoarch merupakan
pendekatan yang sering digunakan.
Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhikebutuhandasar.


2. Pendekatan Head Count Index
Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin
adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfoodline).


F. Kemiskinan di Indonesia

Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976).Departemen Sosial dan Biro
Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.


Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi,
kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain : ilmu pengetahuan, informasi,
teknologi, dan modal. Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian
kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :

  •  Kemiskinan Absolut  : Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu : pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan
  • Kemiskinan Relatif : Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya
  •  Kemiskinan Kultural : Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
G. Faktor Penyebab Kemiskinan
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut ini :

1. Faktor Internal (dari dalam diri individu) yaitu berupa kekurangmampuan dalam hal :
a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit- sakitan.
b. Intelektual misalnya kurangnya
pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi.
c. Mental Emosional misalnya malas, mudah menyerah, putus asa temperamental.
d. Spritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin.
e. Sosial Psikologis misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang  relasi, kurang mampu mencari dukungan.
f. Ketrampilan misalnya tidak
mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja.
g. Asset misalnya tidak
memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2. Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga) , yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain :
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya
usaha-usaha sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

H. Kebijakan Anti Kemiskinan
Kebijakan anti-kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia. Kebijakan anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya pengeluaran dalam APBN untuk membiayai program-program pemberantasan kemiskinan di tanah air. Sebagai suatu ilustrasi empiris, antara tahun 1994/95 hingga 2000. Pengeluaran untuk memberantas kemiskinan diberikan dalam dua bentuk yaitu :
1.    Dalam bentuk uang (kas), subsidi beras, pelayanan kesehatan, gizi, dan pendidikan.
2.    Penciptaan kesempatan kerja.
Indonesia sebagai negara terbesar dalam jumlah manusia di ASEAN, ternyata pengeluarannya untuk pendidikan dan kesehatan bukan yang terbesar. Pada tahun 2000, Bank Dunia muncul dengan suatu kerangka kerja analisis yang baru untuk memerangi kemiskinan yang di bangun di atas tiga pilar, yaitu : pemberdayaan, keamanan, dan kesempatan.
Menurut ADB (1999), ada tiga pilar dari suatu strategi penurunan kemiskinan, yaitu :
1.    Pertumbuhan berkelanjutan yang pro-kemiskinan
2.  Pengembangan sosial yang terdiri atas pengembangan SDM, modal social, perbaikan status dari perempuan, dan perlindungan sosial
3. Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik, yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dari dua pilarpertama
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran atau tujuannya.  Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, menengah dan panjang. Intervensi lainnya adalah manajemen lingkungan dan SDA.  Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan sendirinya menjadi faktor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Intervensi jangka pendek terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan, pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan peran serta masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses pembangunan dan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
Intervensi jangka menengah dan panjang adalah sbb :
1.    Pembangunan sector swasta
2.    Kerjasama regional
3.    Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
4.    Desentralisasi
5.    Pendidikan dan kesehatan
6.    Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
7.    Pembagian tanah pertanian yang merata
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan “tujuan pembangunan Abad Milenium” yang harus dicapai 191 negara. Ada 8 target yang harus dicapai yaitu sebagai berikut :
1.    Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem
2.    Mencapai pendidikan dasar secara universal
3.    Meningkatkan kesejahteaan jender dan memberdayakan wanita
4.    Mengurangi tingkat kematian anak
5.    Memperbaiki kesehatan ibu
6.    Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya
7.    Menjamin kelestarian lingkungan hidup
8.    Membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan

Minggu, 26 April 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA BAB 5



 PRODUK DOMESTIK BRUTO


A. Definisi PDB(Produk Domestik Bruto)

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
Analisa Mekanisme (kinerja) Ekonomi Nasional berdasar PDB melalui 3 pendekatan,yaitu :
  • Pendekatan Produksi 
  • Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan 
  • Pendekatan Pendapatan

1.Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai tambah (value added) dari semua sektor produksi. Lalu, besarnya nilai produksi diperoleh dari mana ?

Besarnya nilai produksi (angka-angka PDB) diperoleh dari :
nilai tambah (value added) dari berbagai jenis barang & jasa ! yaitu sesuai dengan ISIC (International Standard Industrial Classification) sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi 11 sektor industri, yg biasanya terbagi mjd 3 kelompok besar :
  • Sektor Primer 
  • Sektor Sekunder 
  • Sektor Tersier
Besarnya ‘value added’ tiap sektor, yi : VAs = OPs – Ips
Sedangkan nilai PDB-nya diperoleh dengan : PDB = VAsp + VAss + Vast

2.Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan

Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan permintaan akhir dari unit/komponen2 ekonomi, yaitu:

Konsumsi Rumah Tangga (RT)=C

Perusahaan, berupa investasi/pembentukan modal bruto =I

Pengeluaran Pemerintah (konsumsi/belanja pemerintah) =G

Expor – Impor =( X – M )
Dalam Keseimbangan Perekonomian Nasional, sering di formulasikan dalam persamaan sbb:
PDB = C + I + G + ( X – M)

3.Pendekatan Pendapatan

diperoleh dengan cara menghitung jumlah balas jasa bruto (blm dipotong pajak) / hasil dari faktor produksi yang digunakan PDB = sewa + upah + bunga + laba Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.

Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
  
B.  PERTUMBUHAN EKONOMI & PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI



Pertumbuhan Ekonomi 

Di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinyatakan secara ekspilist bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Walaupun bukan suatu indikator yang bagus, tingkat kesejahteraan masyarsakat dilihat dari aspek ekonominya, dapat diukur dengan penadapatan nasional (PN) perkapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan pertumbuhan PDB dan menjadi salah satu target penting yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi. 

Perubahan Struktur Ekonomi 

Struktur ekonomi, pada umumnya transformasi struktural. Yang didefinisikan sebagai suatu rangkain perubahan yang saling terkait satu sama lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor–faktor produksi yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Teori perubahan struktural menitikberatkan pada transformasi ekonomi yang dialami NB, yang semula bersifat subsisten menuju kesistem perekonomian yang lebih modern. Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisa perubahan struktur ekonomi, yaitu Arthur Lewis (Teori Migrasi) dan Horis Chenery (Teori transformasi Struktural). Teori Arthur Lewis Membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan perkotaan. Teori ini mengamsusikan perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Teori Horis Chenery ;Proses transformasi struktural akan mencapai tarafnya yang paling cepat bila pergerseran pola permintaan domestik kearah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor. Dalam modal transformasi struktural, relasi antara pertumbuhan output disektor industri manufaktur, pola perubahan permintaan domestik kearah output industri dan pola perubahan perdagangan luar negeri.

C. Pertumbuhan Ekonomi selama orde baru hingga saat ini

a. Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru


Di awal orde baru, ketika soeharto menjabat menjadi presiden RI ssat ini kondisi perekonomian di indonesia sangat buruk, tingkat inflasi yang terjadi pada negara kita mencapai 650 % pertahun. 

Presiden Soeharto saai itu menambahkan langkah yang telah di lakukan sebelumnya oleh Soekarno. dan ternyata Soeharto berhasil menekan inflasi dari 650 % menjadi dibawah 15% dalam waktu kurang dari dua tahum. untuk meneka inflasi yang begitu tinngi, soeharto melakukan hal yang jauh berbeda dengan presiden sebelumnya , beliau embuat anggaran, menerbitkan sektor penbankan, mengembalikan sektor ekonomi dan merangkul negara-neraga barat untuk menarik modal. 

Di sampig itu soeharto pada tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan. Sehingga pendapatan negara dari migas meningkat . Dari 0,6 % miliar pada tahun 1973 dan sekarang mencapai 10,6% miliar pada tahun 1980. Puncaknya kebijakan tersebut adalah ketiaka penghasilan dari migas sama dengan 80% hasil eksport indonesia. Dengan kebijakan itu, indonesia bisa maju dalam pembangunan di bawah pemerintahan orde baru. 

b. PEMERINTAHAN TRANSISI (era Presiden B.J. Habibie) 

Krisis ekonomi mempunyai dampak yang sangat memprihatinkan terhadap peningkatan pengangguran, baik di perkotaan maupun di pedesaan, daya beli masyarakat menurun, pendidikan dan kesehatan merosot serta jumlah penduduk miskin bertambah oleh karena itu muncul kebijakan Jaring Pengaman Sosial (social safety net). Yang menyebabkan suatu prestasi yang mengagumkan yakni nilai tukar rupiah dari 16.000 menjadi 6.000 rupiah. 

c. PEMERINTAHAN REFORMASI (era Presiden K.H. Abdurrahman Wahid) 

Terjadi banyak keanehan dan tidak terdapat kebijakan perekonomian. Pada masa Gus Dur, rating kredit Indonesia mengalami fluktuasi, dari peringkat CCC turun menjadi DDD lalu naik kembali ke CCC. Salah satu penyebab utamanya adalah imbas dari krisis moneter pada 1998 yang masih terbawa hingga pemerintahannya. 

d. PEMERINTAHAN GOTONG ROYONG

Langkah Presiden SBY untuk merangkul Parpol-parpol yang kalah dalam Pemilu 2009 adalah bagian dari kebijakan Soft Power, atau kebijakan untuk bergotong-royong dalam membangun bangsa dan negara. Ini serupa dengan Kabinet Gotong-Royong di masa lalu. Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan gotong royong memiliki karakteristik sebagai berikut:


• Rendahnya pertumbuhan ekonomi yang dikarenakan masih kurang berkembangnya investasi terutama disebabkan oleh masih tidak stabilnya kondisi sosial politik dalam negeri.
• Dalam hal ekspor, sejak 2000, nilai ekspor non-migas Indonesia terus merosot dari 62,1 miliar dollar AS menjadi 56,3 miliar dollar As tahun 2001, dan tahun 2002 menjadi 42,56 miliar dollar AS.

e. PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU (era SBY – Boediono)

Kabinet Indonesia Bersatu merupakan kabinet pemerintahan Indonesia yang dibagi menjadi Kabinet Indonesia bersatu jilid I dan II .kabinet Indonesia bersatu jilid I yaitu merupakan bentuk pemerintahan yang ke enam yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla pada masa (2004 – 2009) dan presiden yang pertama kalinya dipilih melalui sistem pemilihan umum langsung di Indonesia sedangkan kabinet Indonesia bersatu jilid II dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan wakil Presidennya Dr. Boediono yang merupakan bentuk pemerintahan yang ke tujuh pada masa (2009-2014). Kabinet Indonesia Bersatu jilid I ini dibentuk pada tanggal 21 Oktober 2004 dan berakhir pada tahun 2009 menggantikan kabinet gotong royong sebelumnya yang dipimpin megawati dan Hamzah haz pada 5 Desember 2005, Pada Indonesia bersatu jilid 1 yaitu pada tahun 2004 sampai 2009 utang di Negara kita meroket drastis dari 1275 triliun menjadi 1667 triliun pemerintahan SBY “sangat berhasil” dalam tugas utang mengutang . Dengan sistem kebijakan pemerintah SBY saat ini, rakyat Indonesia dipaksa menanggung beban utang para bankir yang sudah kaya lewat beragam penyunatan subsidi seperti pendidikan (BHP) dan kesehatan. Pada saat yang sama, rakyat yang tidak ikut melakukan kesalahan dan tidak pernah menikmati utang, harus membayar minyak/BBM, listrik dan air yang mahal, agar negara bisa membayar utang utang Negara di tambah subsidi pendidikan dan minyak di cabut dengan alasan yang tidak jelas . Moral bangsa kita sudah tidak ada lagi baik rakyat yang berada di posisi atas menegah ataupun yang bawah . Sekarang jamanyya Indonesia bersatu jilid II kita tidak bisa langsung mengetahui bagaimana kinerja pemerintah yang sekarang karena mereka baru menjabat 2 tahun . Masih ada 2 tahun lagi untuk memperbaiki kedepannya . Tapi melihat kondisi perekonomian Indonesia yang sekarang ini sulit rasanya menstabilkan ekonomi seperti pada zaman pemerintahan pembangunan pada masa presiden soeharto dulu . Banyak sekali masalah masalah penting di jamann pemerintah jilid I dan II yang hilang begitu saja tanpa tau akhir inti dan akar kemana permasalahan itu berawal . Pemerintaan Indonesia Jilid I maupun jilid II bagaimanapun kebijakan,menteri dan lain sebagainya kita sebagai masyarakat hanya mengharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia yang saat ini masih tidak ada perkembangannya.

D.    Faktor-faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Faktor-faktor penentu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia secara garis besar, terdapat sedikitnya 2 (dua) faktor yang menentukan prospek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adapun kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan eksternal.

1. Faktor Internal

Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab utama berubahnya krisis rupiah menjadi suatu krisis ekonomi paling besar yang pernah dialami Indonesia tahun 1998 adalah karena buruknya fundamental ekonomi nasional. Sedangkan hambatnya proses pemuliahan ekonomi nasional lebih disebabkan oleh kondisi politik,social, dan keamanan didalam negeri yang kenyataannya sejak reformasi dicetuskan pada Mei 1998 hingga saat ini belum juga pulih sepenuhnya.Bahkan cenderung memburuk menjelang pemilihan presiden 2004. Selain itu, factor-faktor internal ekonomi lainnya yang sangat menentukan prospek perekonomian nasional 2003 antara lain adalah kondisi perbankan, realisasi RAPBN 2003, terutama yang menyangkut beban pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran stimulus pasca tragedy Bali, hasil pertemuanCGI yang sempat ditunda akibat tragedy Bali , kebijakan ekonomi pemerintah terutama dalam bidang fiscal dan moneter, serta perkembangan ekspor nasional

2. Faktor Eksternal
Sedangkan Faktor Eksternal yang sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian Indoneia adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003. Prospek perekonomian dan perdagangan dunia sangat dipengaruhi oleh prospek perekonomian dari AS, sementara BPS memprediksi perekonomian AS dan Jepang 2003 bisa tumbuh antara 1% hingga 3%. Faktor eksternal lainnya yang juga harus diperhitungkan dalam memprediksi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2003 adalah kondisi politik global, terutama efek-efek dari perang AS – Irak dan krisis senjata nuklier Korea Utara.
                                                    
E.     Perubahan Struktur Ekonomi
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :

  •  Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan, 
  •  Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi, 
  • Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya, 
  • Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan, 
  • Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi, 
  • Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus,
  • Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah, 
  • Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor.
Struktur perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik atas dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari waktu ke waktu terhadap total PDRB.
Dalam kaitannya dengan transformasi struktural, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah
  1. Kenaikan riil share pada sektor primer dapat saja dipahami apabila diikuti dengan peningkatan produktvitas yang ikut membawa dampak positif pada upah rata-rata, khususnya di sektor pertanian. 
  2. Perlu diupayakan peningkatan nilai tambah pada sektor sekunder, yakni industri pengolahan, khususnya industri skala kecil dan menengah yang dibangun dengan basis pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa industri yang hendak dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap hasil dari sektor pertanian. 
  3. Berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya pengembangan sektor perdagangan harus terus dikembangkan dalam rangka memperluas pasar pada sektor primer dan sekunder, termasuk perdagangan yang bersifat ekspor (keluar daerah dan ke luar negeri). Sementara perkembangan sektor hotel, restoran harus dipadukan dengan pembangunan pariwisata guna menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung wisata lainnya, seperti: transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan. Di samping itu, pengembangan sub sektor tersier yang produktif harus terus ditingkatkan, misalnya melalui pembangunan pariwisata yang lebih intensif, transformasi dan revitalisasi sektor informal menjadi sektor formal yang lebih menekankan skill dan pengetahuan
REFERENSI 

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA 

A.  Permasalahan Pengelolaan SDA Dan Lingkungan

Indonesia memiliki wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik jenis maupun jumlahnya. Menyadari akan hal tersebut, para orang-orang terdahulu telah menerapkan prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap hingga sekarang, yaitu: Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:
  1. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian.
  2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
  3. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Terus menurunnya kondisi hutan. Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Di Indonesia tiap tahunnya jumlah hutan diperkirakan berkurang 3-5% per tahunnya.
Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.

Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin meningkat. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan- kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat.

Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan,khususnya tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehinggamempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggukeseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia.Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.

B.  Kebijakan SDA Struktur Penguasaan SDA

1)   Arah KebijakanBidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup dalam GHBN 1999 – 2004

  •  Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
  • Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
  •  Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.
  •  Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.
  •  Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
2) Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
  •  Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
  •  Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
  • Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
  • Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam tersebut.
  • Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
  •  Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.

3)   Parameter Kebijakan PSDA bagi Pembangunan Berkelanjuta
  • Reformasi pengelolaan sumber daya alam sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dapat dinilai dengan baik apabila terumuskan parameter yang memadai. Secara implementatif, parameter yang dapat dirumuskan diantaranya:
  •  Desentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan mengikuti prinsip dan pendekatan ekosistem, bukan administratif.
  • Kontrol sosial masyarakat dengan melalui pengembangan transparansi proses pengambilan keputusan dan peran serta masyarakat . Kontrol sosial ini dapat dimaknai pula sebagai partisipasi dan kedaulatan yang dimiliki (sebagai hak) rakyat. Setiap orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok memiliki hak yang sama dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi pada pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
  • Pendekatan utuh menyeluruh atau komprehensif dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pada parameter ini, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup harus menghilangkan pendekatan sektoral, namun berbasis ekosistem dan memperhatikan keterkaitan dan saling ketergantungan antara faktor-faktor pembentuk ekosistem dan antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya.
  • Keseimbangan antara eksploitasi dengan konservasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga tetap terjaga kelestarian dan kualitasnya secara baik.

C.  Dominasi SDA di Indonesia                                                       


 Dominasi perusahaan asing di Indonesia

Sejak zaman Alm Presiden Soekarno, banyak perusahaan asing yang ingin mengambil alih SDA Indonesia, namun Presiden Soekarno menolaknya, menurut dia perusahaan asing hanyalah monopoli keuangan, kapitalisme, dan neolib. Presiden Soekarno juga pernah menolak bantuan dari IMF yang menurut dia hanya akan memberati keuangan negara. Soekarno percayaan dengan kemampuan rakyatnya sendiri.

Banyak perusahaan asing yang menekan kontrak dengan pemerintahan Indonesia sejak era pemerintahan Alm Soehartom hingga sekarang (Presiden SBY) telah mengakar di negeri ini, contoh saja Freeport, Chevron, Shell, Suzuki, Honda, Yamaha, dll. Yang perlu di perhatikan adalah agar kepemilikan saham asing di industri nasional tidak begitu dominan, sebab bila itu terjadi maka perekonomian nasinal bisa pincang.

Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.

Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen. Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi.

Tak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.

Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.

Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.

Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.

Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025.

Tinggal masalah teknis. Karena tak gampang asing dipaksa melepaskan kepemilikannya begitu saja. Jadi ya pakai tenggat waktu yang cukup misalnya 10 tahun harus dilepas ke pihak nasional dalam porsi tertentu. Dan mudah-mudahan di kurun waktu tersebut swasta nasional juga sudah punya sumber keuangan yang cukup untuk membeli saham asing tersebut.
Dengan kepemilikan nasional yang lebih dari asing pada sektor-sektor strategis, diyakini perputaran perekonomian nasional akan semakin kuat dan baik. Kebangkitan ekonomi nasional yang diinginkan banyak orang akan benar-benar terjadi.